[Cerbung] Keteguhan Hati Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam

Cerita untuk Syahidah

Siang itu, Syahidah pulang dari sekolah dengan wajah cemberut. Bu Aminah yang baru selesai salat Zuhur, jadi heran melihatnya. Syahidah adalah anak yang ceria. Tidak biasanya ia bersedih seperti ini.

Setelah meletakkan tas dan berganti seragam, Syahidah langsung masuk ke kamar kemudian berbaring dengan menelungkupkan wajahnya.

“Ada apa, Nak?” tanya Bu Aminah. Ia duduk di samping Syahidah dan mulai mengelus rambutnya yang lurus.

“Huuu, huuu, huuu.” Syahidah menangis. “Tadi, di sekolah, aku diejek dan disebut hitam,” adunya dengan suara lirih. Dadanya bergetar tanda menahan marah dan sedih.

Bu Aminah diam. Setelah Syahidah puas bercerita, Bu Aminah bertanya, “Mbak mau dengar sebuah cerita?”

Syahidah mengangguk.

“Dulu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga sering diejek, Mbak. Sebelum diangkat menjadi nabi, orang-orang Quraisy sangat menghormati beliau. Namun, setelah berdakwah menyerukan Islam, beliau malah diejek dan dihina.

“Enggak tanggung-tanggung. Mereka bahkan menganggap Nabi Muhammad gila dan tukang sihir.”

[Kisah Sahabiyah] Al Khansa, Ibunda Para Ksatria

 

Syahidah diam mendengarkan cerita ibunya. Ia sudah tidak menangis lagi.

 

“Ibu, jahat sekali orang-orang kafir itu,” ucap Syahidah.

“Iya, Nak. Bahkan, saat berdakwah ke Thaif bersama Zaid bin Haritsah, beliau dilempari batu sampai luka dan berdarah. Akhirnya, beliau berlindung di kebun milik ‘Utbah bin Rabi’ah. Saat itu, datanglah malaikat penjaga gunung. Malaikat ingin membalas perlakuan Bani Tsaqif dengan menghimpitkan kedua gunung yang ada di sana. Kamu tahu apa yang dikatakan Rasulullah?” Bu Aminah memandang lembut kepada Syahidah.

“Rasulullah membolehkan?” Syahidah malah balik bertanya.

“Enggak, Nak. Rasulullah yang berhati lembut masih tetap mengharapkan keislaman Bani Tsaqif. Jika hari ini mereka tidak beriman, semoga anak cucu keturunan mereka menjadi pembela Islam yang tangguh suatu saat nanti. Begitu harapan Nabi Muhammad.”

“Berarti, kalau aku bersabar saat diejek, aku kayak Rasulullah?”

“Iya, Mbak. Rasulullah juga tetap bersabar meski diejek.”

Syahidah sudah tidak merasa sedih lagi. Ia bangun dari kasur, lalu duduk memeluk ibunya. Syahidah tersenyum, “Terima kasih, Bu.”

Bu Aminah membalas senyum anaknya dan mengusap kepalanya. “Terima kasih kembali, Sayang.”

 

Editor : Reni Wulandari



 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *