[Cerbung] Lupi Si Penyayang Hewan

Inilah Kisah Lupi yang menjadi Penyayang Hewan (Bagian 1), yuk simak!

Di suatu pagi, udara segar dengan kabut yang masih tebal.

Aku melihat seorang dewasa memanggul kayu, lalu sibuk dengan ayam-ayamnya.

“Mbah … Mbah … tunggu aku.” Aku mendekati Mbah. Tubuh lelaki tua itu masih tampak tegap walaupun agak kurus.

Namaku Lupi, cucu dari Mbah yang suka memelihara ayam. Pagi-pagi, saat bangun dan mengucek mata, Mbah sudah tidak ada di sampingku.

Aku pun bergegas bangkit dari tempat tidur, lalu menghampiri kandang yang terletak di pinggir sungai. Ternyata Mbah ada di sana.

“Mbah, aku ikut kasih makan ayam, ya?” Tak lama kemudian, aku sibuk merogoh wadah berisi biji jagung di tangan.

Mbah mengangguk. Tangannya memegang sebilah kayu, lalu melekatkannya di bagian pagar yang rusak dengan menggunakan paku. Dipukulkannya palu berulang kali sehingga benda kecil dan runcing itu tepat menancap di daging kayu. Ia ingin ayam-ayamnya selamat dari hewan pemangsa.

Aku dan Mbah tampak kompak, ya, walaupun terkadang tidak akur.

Kompak Jadi Penyayang Hewan, Itulah Kami

Kami adalah cucu dan kakek yang jenaka. Kami sering menghabiskan waktu di pinggir sungai untuk memancing ikan atau merawat ayam-ayam.

Sebenarnya, aku memiliki orang tua, tetapi Mbah selalu mengajakku berkebun atau beternak agar aku belajar merawat lingkungan.

Ayah dan Ibu pun tidak pernah merasa keberatan dengan sikap Mbah dalam mendidikku di rumah.

Hari ini, Mbah ingin memberikan hadiah kejutan untukku. Aku yang kini genap berusia lima tahun akan diberinya seekor ayam berwarna kuning dan seekor lagi berwarna hijau.

“Lupi, ini hadiah dari Mbah. Rawat baik-baik ya. Selamat ulang tahun.” Senyum Mbah mengembang menatap kegembiraan di wajahku.

Aku merasa sangat senang menerima kejutan dari Mbah. Tidak sabar rasanya untuk segera memberi makan kedua ayam tersebut.

Jarum pendek jam menunjuk angka 9, sementara jarum panjangnya berada di angka 12. Mbah dan aku baru ingat kalau ternyata kami belum sarapan. Pantas saja perut kami terasa lapar.

Wah, ayo masuk rumah, Pi. Kita sarapan pagi.” Mbah memberikan aba-aba.

Tangan kecilku memegang perut sambil berkata, “Aku juga lapar, Mbah. Ayo makan.”
Mbah terkekeh-kekeh melihat ekspresiku yang lucu.

Kami pun masuk rumah dan benar saja, makanan sudah siap.

Ibu sedang beres-beres di dapur. Aku dan Mbah segera menyantap makanan yang sudah dihidangkan Ibu di ruang tengah.

Ayah tampak terlelap. Ia kelelahan karena mendapatkan giliran kerja malam.

Bagaimana dengan ayam-ayam baruku?

Ayam-ayamku pastinya sudah beres, dong.
Mereka tidak akan berisik karena perutnya sudah kenyang.

Usiaku memang masih kecil, tetapi teman-teman sebayaku pasti akan kalah dengan ketelatenan dan kepedulianku pada lingkungan.

Sebenarnya, aku juga pencinta kucing. Sayangnya aku tidak boleh memelihara kucing. Kini, kegemaranku ini sudah tergantikan dengan merawat ayam-ayam.

Lagi pula, ayam dan kucing kan memang tidak mungkin dipelihara dalam satu atap. Mereka bisa berkelahi satu sama lain.

Ada kejutan apa lagi yang ada di diri Lupi tentang alam? Ceritanya, masih panjang, ya tante. Ikuti kisahnya di hari berikutnya.

***

Jangan lupa membaca pula karya teman seperjuangan lainnya, pada even 10 Hari menulis cerita anak. Buka laman lainnya yuk klik di sini.

 

Avatar

Seorang ibu rumah tangga yang punya hobi menulis. Ia freelance writer, blogger, dan penyuka terasi, eh literasi ??. Soal nulis cerita, malah ia masih penulis pinggiran. Tapi semangatnya oke kok.. ?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *