[Cerpen] Cerita Kanaya, Mari Menabung

Mari Menabung

“Bundaaa!” Kanaya, bocah perempuan berusia 6 tahun, memanggil sang Bunda dari ruang bermain di rumahnya.

Bunda yang sedang berada di dapur terkejut mendengar suara Kanaya. Dengan tergopoh, Bunda menghampiri.

“Ada apa, Naya? Suaranya bisa dikecilin, Nak,” tegur Bunda.

“He he he, maafin Naya, Bunda,” jawab Kanaya lalu berdiri mendekati bundanya. “Kanaya nemu duit. Boleh jajan, Bun?” tanya Kanaya sambil menyerahkan selembar uang kertas nominal lima ribu kepada Bunda Ria, nama ibunya Kanaya.

“Wah, Kanaya nemu di mana uangnya, Nak?” tanya Bunda Ria menerima uang dari tangan Kanaya.

“Itu tadi di situ, Bunda,” tunjuk Kanaya ke lantai di ruang bermain yang beralaskan karpet warna biru.

“Kanaya pintar,” puji Bunda Ria mengacungkan jempol.

“Tapi, Bunda … Kanaya boleh jajan?” Kanaya mengulangi pertanyaannya.

Bunda Ria tersenyum memandang Kanaya, lalu mengajaknya duduk di ruang tamu.

“Ayo, duduk dulu, Nay,” pinta Bunda Ria, Kanaya pun menuruti perintah ibunya.

“Kanaya mau jajan, ya?” tanya Bunda menatap fokus ke arah Kanaya.

Kanaya mengangguk, lalu menunduk.

“Hei, jangan takut, Nay. Bunda enggak marah, kok. Gini-gini ….” Bunda Ria merangkul pundak kecil sang putri. “Kemarin Bunda udah jajanin Kanaya apa aja, hayo?” Bunda memberikan pertanyaan tebakan kepada Kanaya.

“Banyak, Bun. Ada permen, coklat, dan biskuit,” jawab Kanaya menegakkan kepala memandang lurus Bunda Ria.

“Nah, bener. Bunda mau kasih tau sesuatu. Kanaya dengerin, ya,”

Kali ini, ekspresi wajah Bunda terlihat serius.

[Cerpen] Abi

 

Pesan Bunda

“Kalau Naya nemu uang di dalam rumah, Kanaya bilang dulu sama Bunda. Setelah itu, uang yang Naya temukan tadi, lebih baik ditabung dalam celengan. Begitu, Nay.” Bunda Ria menerangkan agar Kanaya mengerti.

“Tapi, Bun … Naya mau jajan,” jawab Kanaya sambil mencubit bagian telapak tangannya sendiri.

Lagi-lagi, Bunda Ria tersenyum melihat Kanaya.

“Bunda pernah bilang apa sama Kanaya, hayo? Coba diingat. Kalau kita boros, suka jajan dan menghamburkan uang temannya siapa?” tanya Bunda kepada Kanaya.

Kanaya diam dan menunduk.

“Ayo, temannya siapa, Nay?” Bunda mengulangi.

“Temannya syaitan, Bun,” jawab Kanaya masih dengan posisi menunduk.

Bunda Ria lalu memeluk Kanaya dari arah samping. Bunda tidak ingin Kanaya ikut-ikutan menjadi boros, membelanjakan uang untuk sesuatu yang hanya mengenyangkan perut sebentar saja. Bunda tidak pula melarang Kanaya untuk membeli camilan, asal tidak berlebihan dan tidak boros membuang uang.

“Nah, itu Kanaya udah ngerti. Kalau mubazir dan boros temannya syaitan. Syaitan itu suka menggoda manusia. Hayo, Kanaya mau jadi temannya syaitan?” Bunda bertanya lagi.

Kanaya menggeleng cepat.

“Enggak mau, Bun. Kanaya takut sama Allah,” jawab gadis berponi itu bergidik.

“Nah, Kalau manusia berteman dengan syaitan, Allah murka. Kalau Allah murka, nanti manusia akan dapat hukuman,” kata Bunda Ria menerangkan.

Kanaya memandang bundanya. Wajah Kanaya tampak sendu ingin menangis. Bunda Ria mengusap lembut muka Kanaya.

“Sekarang Kanaya maunya gimana? Uang ini masih mau dijajanin atau —”

Belum selesai bunda bicara, Kanaya langsung menyela. “Ditabung, Bun. Kanaya mau masukin celengan aja.”

Kanaya tersenyum senang, Bunda Ria pun ikut semringah.

“Kanaya anak pintar,” puji bunda.

“Sayang Bunda,” jawab Kanaya kembali memeluk sang Ibu.

-Selesai-
Pdg, 15 November 2021

***

Editor: Fitri Junita

#joeranganartikel
#eventcernak
#Day1

Avatar

Ibu tiga anak yang ingin menulis banyak karya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *