[Cerpen] Sepatu Baru
Tagged Tags:

Sepatu Baru Rio

“Hei! Mau diapakan sepatuku?” Rio berkacak pinggang di hadapan Umar yang sedang mengikat tali sepatunya.

Umar tersentak kaget. “Eh, apa maksudmu, Rio?” Ia mengangkat wajahnya dengan pandangan penuh tanda tanya.

Rio menunjuk sepatu yang tergeletak dekat Umar dengan kakinya. Mata Umar mengikuti kaki Rio. Paham ia sekarang, Rio pasti mengira sepatunya dimainkan.

“Ini sepatu baru! Jangan coba-coba pegang, yah!” ancam Rio.

Umar berdiri sambil tersenyum masam pada Rio. “Aku punya sepatu sendiri. Kenapa harus pegang-pegang punyamu?”

“Karena sepatumu jelek!” Rio menyambar sepatunya sambil mendengus kesal. “Dasar miskin!”

“Apa katamu?!” sergah Umar.

Rio tidak menjawab, ia hanya melemparkan senyum penuh ejekan pada Umar. Umar kesal sekali dengan kesombongan Rio.

“Aku tantang Kamu di lomba lari nanti!”

“Kuterima tantanganmu,” jawab Rio penuh percaya diri. Selama ini tidak ada yang bisa mengalahkannya dalam lomba lari.

Hati Umar panas sekali dengan kesombongan Rio. Ia bertekad mengalahkan Rio, dan memenangkan hadiah sepatu baru dari lomba lari nanti. Niatnya ikut lomba karena memang ingin sepatu baru. Sepatunya yang sekarang sudah tua dan jelek. Tapi tetap saja Umar tidak terima dihina oleh Rio seperti tadi.

[Cerbung] Aku Seorang Petualang

 

Sepatu Baru untuk Umar

Hari Minggu pun tiba, saatnya lomba lari dimulai. Anak-anak peserta lomba mulai mengambil barisan di lapangan sekolah. Rio tampil penuh percaya diri hari ini. Sesekali matanya melirik Umar yang memakai sepatu tuanya. Ia yakin Umar tidak bisa mengalahkannya.

“Siaapp? Mulai!!”

Aba-aba penjaga garis menandakan lomba dimulai. Para peserta pun berlari penuh semangat. Umar dan Rio bersaing ketat, saling menyusul. Bahkan Umar sempat memimpin. Rio kesal sekali, tapi sulit sekali baginya untuk menyusul Umar. Setelah dua belokan, lari Umar jadi pelan. Kakinya terlihat pincang sesekali. Rio dengan cepat menyusul Umar.

“Kamu tak akan bisa mengalahkanku!” serunya penuh kemenangan.

Umar mendengus. Telapak kakinya terasa nyeri, tapi ia harus tetap berlari demi sepatu baru. Sementara itu Rio berlari kencang, penuh keyakinan akan menang. Rio jadi tidak hati-hati saking senangnya. Tiba-tiba kakinya keseleo akibat jalan yang tidak rata.

“Aduh!” pekiknya kesakitan. Rio jatuh terduduk, napasnya tersengal-sengal.

Umar melihat Rio terjatuh di depannya. Ia memaksakan diri terus berlari walaupun telapak kakinya sakit sekali.

“Kamu tidak apa-apa, Rio?” tanyanya khawatir. Ia berhenti berlalri, lalu mengurut-urut kaki Rio.

Rio terdiam, terharu dengan kebaikan Umar. Sekilas ia melihat sol sepatu Umar yang berlubang cukup besar. Kulit telapak kakinya tampak lecet-lecet. Rio langsung menyesal karena telah menghina Umar sebelumnya.

“Jangan pedulikan aku! Ayo, cepat lari lagi biar menang!”

Umar ragu-ragu meninggalkan Rio dalam keadaan seperti itu. Tapi Rio terus memaksanya untuk berlomba lagi. Akhirnya Umar pun berdiri.

“Tunggu!” seru Rio. Buru-buru ia melepaskan sepatunya. “Pakai ini biar menang!”

Mata Umar terbelalak. “Boleh kupakai?”

“Tentu saja. Menangkan lomba ini untukku, yah!”

Umar mengganti sepatunya dengan cepat, lalu berlari sekencang mungkin. Anak demi anak dilewatinya. Umar melesat seperti anak panah, dan ia memenangkan lomba lari kali ini. Umar mengangkat tinggi-tinggi hadiah sepatu barunya ke udara.

Rio pun tertawa senang melihatnya. “Bawa juga sepatuku! Itu hadiah untukmu!” serunya penuh terima kasih.

Umar melongo, menatap Rio tak percaya. Sungguh beruntung ia hari ini, punya dua pasang sepatu baru.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *