Alkisah, hiduplah Ratu Suncu dan anaknya, Eji Essoy, di sebuah hutan belantara. Ratu Suncu selalu meninggalkan anaknya ketika mencari makanan. Suatu waktu, Eji Essoy yang tengah sendirian di gubuk, dihampiri oleh seorang Dewa. Senang dengan perangai Eji Essoy yang baik, sang Dewa menganugerahinya kekuatan hingga berubah menjadi anak yang sakti mandraguna. Tentu saja, hal ini tanpa sepengetahuan ibunya.
Hari pun berganti. Eji Essoy yang tengah ditinggal sendiri oleh ibunya tampak menikmati pemandangan sekitar gubuknya. “Wah, cuaca hari ini sangat bagus. Aku akan pergi berkeliling hutan, ah,” ujar Eji Essoy sembari melihat ke arah matahari yang mulai mengintip dari balik dedaunan. Eji Essoy pun terus berjalan menyusuri hutan sampai akhirnya ia melihat seekor beruang membawa madu.
“Arghh!”
Eji Essoy meneguk air liurnya. Ia benar-benar menginginkan madu yang berwarna keemasan itu untuk sarapan paginya. Spontan, Eji Essoy mendekati beruang bertubuh besar itu. Seketika ia mengeluarkan jurus dan bertarung melawan beruang. Pertempuran sengit terjadi. Si beruang bahkan berhasil mencakar punggung Eji Essoy.
“Arghh!” teriak Eji Essoy kesakitan.
Tidak jauh dari arena pertarungan, Ratu Suncu yang tengah memetik buah-buahan mendengar suara anaknya dari kejauhan.
“Eji, anakku!” seru Ratu Suncu.
Tak menunggu lama, ia segera bergegas mencari keberadaan anaknya. Begitu sampai di tengah hutan, Ratu Suncu menyaksikan pertarungan antara anaknya dan beruang hutan. Terperangah sekaligus khawatir, Ratu Suncu hanya bisa bergeming melihat aksi anaknya melawan si beruang. Lantas, pergulatan keduanya berakhir seri. Eji Essoy yang kelelahan pun dipapah oleh ibunya.
Setibanya di gubuk, Eji Essoy diobati dan diminta berjanji untuk tidak lagi melawan binatang buas.
“Eji, kamu tidak boleh melawan mahluk hutan lagi, ya,” nasihat ibunya khawatir.
“Seharusnya kamu diam saja di rumah kalau Ibu sedang mencari makan. Daerah tengah hutan itu tidak aman. Berjanjilah pada Ibu,” pinta Ratu Suncu.
“Iya, Ibu. Saya berjanji.” kata Eji Essoy meyakinkan ibunya.
Murah di Mulut Mahal di Timbangan
Namun, murah di mulut, mahal di timbangan. Janji Eji Essoy pada ibunya tidak ditepati. Ia kembali melawan binatang buas sekadar untuk unjuk kekuatan. Mengetahui anaknya melanggar kesepakatan, Ratu Suncu berang dan membiarkan anaknya kelaparan. Eji Essoy yang kelaparan pun akhirnya pergi mencari makanan.
Sayangnya, ia tersesat. Lama dinanti, Ratu Suncu akhirnya menyadari bahwa anaknya telah pergi. Perempuan itu amat menyesali perbuatannya dan terus berusaha menemukan Eji Essoy selama bertahun-tahun. Namun, hasilnya nihil.
Kini, ibu dan anak itu saling melupakan rupa. Hingga suatu ketika, Eji Essoy bertemu lagi dengan Ratu Suncu dan jatuh cinta . Akan tetapi, si ibu langsung mengenali anaknya karena luka bekas cakaran beruang di punggungnya. Dibutakan cinta, Eji Essoy bersikukuh mempersunting ibunya. Ratu Suncu yang tidak bisa mengelak pun mengajukan syarat agar dibuatkan gunung dalam semalam.
Eji Essoy Berubah Menjadi Naga
Eji Essoy menyanggupinya. Ia memerintah sekawanan mahluk gaib untuk membuat gunung tersebut. Ratu Suncu yang tahu akan kesaktian putranya pun bersemedi agar Dewa menggagalkan usaha Eji. Permohonan tersebut dikabulkan.
Tak lama, terdengar suara kokok ayam bersahutan. Mahluk gaib suruhan Eji Essoy tampak berlarian. Eji Essoy marah dan berubah menjadi naga. Ditendangnya gunung setengah jadi itu hingga ke lautan. Oleh masyarakat setempat, gunung itu diduga berada di antara Sekatak Buji dan laut Tarakan, yang kemudian diberi nama gunung Srilaki.
Editor : Indah Taufany