Resume Buku Pesona Bromo

Judul Buku : Pesona Bromo

Pengarang : Suyitno

Tahun terbit: 1999

Penerbit      : Galeri Wacana

Kategori      : Buku Faksi

Tebal           : 90 halaman

 

Dalam buku ini, diceritakan seorang anak bernama Indah Maharani (Rani) yang berumur 10 tahun. Ia duduk di kelas V Sekolah Dasar. Ia anak pandai dan rajin membantu ibunya yang berjualan di pasar Blauran Surabaya. Suatu hari, ibunya berjanji jika ia dapat peringkat pertama saat kenaikan kelas, akan diajak berlibur ke Gunung Bromo.

Hari itupun tiba, Rani mendapat peringkat pertama. Namun, ibunya belum bisa memenuhi janjinya. Pakde Budi yang mengetahui hal tersebut waktu berkunjung ke warung ibunya, memutuskan untuk mengajak Rani ke Bromo bersama budenya. Anak pak Budi yaitu Yeni kebetulan sedang magang di salah satu hotel di sekitar Bromo. Rani dan ibunya pun setuju.

Mereka berencana  berangkat lebih awal dari jadwal sebelumnya agar mereka dapat mengetahui lebih banyak tentang upacara Kasada, asal usul desa Tengger dan lainnya.

Mengenal Adat Istiadat Masyarakat Suku Tengger

Upacara Kasada adalah salah satu upacara adat yang dipercayai oleh masyarakat suku Tengger. Upacara ini dilaksanakan setiap purnama bulan Saka Indonesia. Masyarakat Tengger berduyun-duyun mendatangi kawah Gunung Bromo dan melemparkan korban ke dasar kawah.

Korban yang dimaksud berupa hasil  bumi dan hewan piaraan. Upacara inilah yang paling banyak menyedot wisatawan. Rani semakin penasaran dengan Bromo. Ia pun bertanya kepada pakde nya dimana masyarakat Tengger itu tinggal. Masyarakat Tengger tinggal disekitar pegunungan Tengger. Jarak dari Surabaya sekitar 140km.

Sebelum menuju Bromo, Rani tinggal di tempat pakde nya untuk mempersiapkan segala kebutuhan untuk dibawa ke Bromo. Persiapan itu bukan hanya persiapan fisik tapi juga kebutuhan perlengkapan pakaian dingin. Mereka bisa juga membeli di toko souvenir yang banyak tersedia di sana.

Perjalanan Menikmati Pesona Bromo

Suhu di Bromo mencapai titik terendah 2°C dan suhu paling tinggi 20°C. Curah hujan rata-rata berkisar antara 2500 milimeter setiap tahunnya. Musim penghujan diperkirakan jatuh pada bulan Nopember sampai Maret.

Selain penjelasan dari pakde nya, Rani juga membaca buku tentang Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Pukul 10.00 Wib mereka berangkat mengendarai mobil pribadi. Hampir 2,5 jam mobil yang dikendarai pakde Budi tiba di terminal Bayuangga Probolinggo.

Pesona Bromo Makin Dekat

Setelah melewati kecamatan Wonomerto, semua kendaraan yang menuju gunung Bromo berbelok ke kanan. Dari sinilah jalan mulai berbelok-belok dan naik turun. Mereka juga melewati Taman Rekreasi Sangsimur. Namun mereka terus melanjutkan perjalanan dan berhenti di sebuah patung. Patung Roro Anteng dan Joko Seger. Patung ini diresmikan tanggal 21 April 1990 oleh Bapak Soelarso waktu itu sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 Propinsi Jawa Timur.

Sampai di terminal Sukapura banyak kendaraan yang biasa digunakan untuk mengangkut penumpang dari bis-bis besar yang akan menuju ke Bromo. Di terminal Rani bertemu Yeni anak pak Budi yang sedang magang di salah satu hotel di dekat Bromo. Dia mengajak ayah dan ibunya serta Rani menginap di salah 1 pondok milik saudara Bu Win yaitu pak Sunomo (Kepala Desa Ngadas). Bu Win adalah pemilik pondok tempat Yeni menginap.

Lima ratus meter dari rumah kepala desa Ngadas, berdiri tempat ibadah umat Hindu. Namanya Pura Agung Dharma Bakti. Pura ini digunakan sebagai sanggar pemujaan penduduk desa Ngadas.

Upacara Adat Masyarakat Suku Tengger

Memasuki desa Ngadisari mereka dapat melihat pentas terbuka yang di gunakan masyarakat Tengger untuk mengadakan upacara Pengukuhan Sesepuh Tengger . Setelah upacara, diisi atraksi oleh anak-anak Tengger. Salah satunya yang rutin di suguhkan setiap bulan Kasada adalah sendratari Roro Anteng-Joko Seger yang menggambarkan asalmula upacara Kasada.

Di sini juga banyak kendaraan jeep untuk penumpang umum yang akan melanjutkan perjalanan ke Cemorolawang atau penanjakan. Cemorolawang adalah nama salah satu dusun yang termasuk wilayah Ngadisari. Terminal Cemorolawang adalah tempat terakhir bagi kendaraan yang ingin menuju Bromo.

Gunung Bromo termasuk Taman Nasional Bromo Tengger Semeru merupakan dataran tinggi. Ketinggian antara 1000 sampai dengan 3676mdpl. Kaldera lautan pasir pegunungan Tengger ini merupakan kaldera paling luas di Pulau Jawa. Ketinggiannya mencapai sekitar 2300mdpl. Kaldera ini merupakan dasar lava dari kaldera Tengger, garis tengahnya sekitar 8 sampai 10km.

Mengenal Lebih Dekat Suku Tengger Salah Satu Pesona Bromo

Rani juga menanyakan tentang asal mula desa Tengger. Tengger berarti berdiri tegak atau berdiam tanpa gerak. Maksudnya adalah wong Tengger itu harus memiliki sifat budi pekrti luhur dan harus tercermin dalam segala aspek kehidupan.

Selain itu, kata Tengger juga bermakna Pegunungan. Arti yang ketiga, Tengger di kaitkan dengan mitos yang berkembang di masyarakat Tengger, yaitu diambil dari nama dua sejoli Roro Anteng dan Joko Seger. Roro Anteng dan Joko Seger diyakini sebagai nenek moyangnya.

Rani terus bertanya pada pak Sunomo tentang terjadinya gunung-gunung yang ada di sekitar Bromo. Zaman dahulu, gunung tersebut hanya ada satu.  Menurut cerita, perubahan gunung menjadi bukit-bukit, lembah-lembah dan hamparan pasir tersebut akibat dari seorang yang sakti mandraguna bernama Resi Bimo yng mempunyai tabiat sangat buruk. Resi Bimo ingin memperistri Roro Anteng, namun wanita itu tidak suka padanya.

Kemudian Roro Anteng mengajukan syarat untuk dibuatkan lautan beserta perahunya di atas gunung Tengger dan harus selesai dalam waktu semalam. Resi Bimo pun menerima permintaan itu.

Namun usaha tersebut digagalkan Roro Anteng dengan membangunkan ayam ayam yang tertidur pulas dan menumbuk lesung. Resi Bimo pun ketakutan dan segera pergi dengan berpesan agar tak seorangpun yang boleh mengambil pasir di sekitaran gunung Bromo. Jika dilanggar maka akan terkena musibah.

Asal Muasal Yadnya Kasada

Di buku ini diceritakan juga asal muasal Yadnya Kasada. Dahulu Roro Anteng pergi ke Majapahit dan diangkat anak oleh Resi Ki Dadap Putih. Dia seorang brahmana yang tinggal di padepokan pananjakan.

Pada suatu hari Roro Anteng bertemu Joko Seger dan saling jatuh cinta. Akhirnya mereka menikah. Namun bertahun-tahun lamanya mereka tak kunjung dikaruniai anak. Mereka memutuskan untuk bersemedi di Watu Kuta yang terletak di sebelah timur gunung Bromo.

Mereka bernadzar jika dikaruniai 25 orang anak, maka 1 anak mereka akan di korbankan. Permintaan tersebut akhirnya dikabulkan setelah 6tahun bersemedi. Hari itu pun datang, satu anak mereka tiba-tiba lenyap oleh jilatan api Bromo dan bersamaan dengan itu terdengar suara bahwa anak tersebut sekarang bergelar Dewa Kusuma. Dia berpesan agar setiap bulan purnama bulan Kasada untuk mengirimkan hasil bumi dan piaraan.

Yang Khas di Bromo

Selain upacara, kita juga dapat menikmati matahari terbit di Bromo. Biasanya mereka berangkat pukul dua pagi untuk melihat matahari dengan sempurna. Adat istiadat warga Tengger sangat menarik. Bagi warga Tengger, nama bulan disebut sasih. Sasih kasa, karo, katiga, kapat, kalima,kaenem, kapitu, kawolu, kasaha, kasepuluh, destha lan kasada.

Upacara adat rutin diadakan pada sasih karo, kapan, kapitu, kawolu, kasaha, kada. Ada juga upacara adat lain seperti unan-ujan, entar-entar dan walagara. Dalam upacara sakral selalu diadakan penyembelihan kerbau. Orang Tengger memiliki solidaritas yang tinggi walaupun mayoritas beragama Hindu namun mereka tidak menerapkan sistem kasta.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, warga Tengger bercocok tanaman. Makanan khas mereka adalah nasi garit yang terbuat dari jagung. Pakaian adat warga tengger adalah beskap, celana hitam, kain panjang batik, dan selendang untuk dukun. Beskap untuk dukun berwarna putih, sedang perangkat dan warga biasa berwarna hitam. Para wanita memakai kebaya hitam dan kain panjang batik, serta selendang kuning polos.

Taman Nasional Bromo Semeru

Pada tgl 12 Nopember 1992 pemerintah Indonesia telah meresmikan kawasan Bromo Semeru menjadi Taman Nasional. Luasnya sekitar 50.273.30hektare. Ada beberapa penyangga Taman Nasional ini diantaranya adalah keanekaragaman flora dan fauna, panorama kawah gunung berapi, keindahan panorama alam pegunungan Tengger, keaslian dan keluguan masyarakat Tengger, budaya, dan adat istiadat suku Tengger.

Flora yang dapat dimanfaatkan di sini adalah Adas. Bunga adas dapat digunakan sebagai obat obatan. Ada juga bunga edelwis yang di gunakan sebagai souvenir khusus Tengger.

Banyak sekali pengalaman yang didapat Rani dari perjalanan ke kawasan Bromo. Setelah kembali dari Bromo, ia mengikuti lomba mengarang dan mendapatkan peringkat 1 kabupaten.

Buku ini sangat luar biasa, memberikan banyak informasi tentang pesona Bromo. Bahasa yang digunakan juga sangat mudah dipahami dan begitu menarik.

 

*Ditulis kembali oleh: Ida Puspita*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *