Allah Selalu Melihat Kita

[Cerbung] Allah Selalu Melihat Kita

Bu Aminah baru selesai mengajar di sekolah. Saat pulang ke rumah dan hendak membuka pintu, ia mendengar suara anak berlarian. Tampaknya mereka tergesa-gesa begitu mendengar suara daun pintu diputar.

“Ibu,” sambut Zubair dan Syahidah sambil tersenyum-senyum.

Bu Aminah membalas senyum mereka sambil memperhatikan sekitar. “Kalian, kok, kayak lari-lari tadi?”

“Hihihi.” Bukannya menjawab, Syahidah malah cengar-cengir.

“Ada apa, Mas?” tanya Bu Aminah. Ia baru menyadari, ada yang berubah di atas meja. Tadi pagi, saat berangkat mengajar, ia meletakkan handphone di atas meja. Sekarang letaknya sudah bergeser. “Kalian habis buka HP Ibu, ya?”

Pengakuan Zubair dan Syahidah

“Hihihi. Iya, Bu. Syahidah tadi yang ngajak,” jawab Zubair.

“Mas malah lebih lama lihat gim-nya.” Syahidah membela diri.

“Kalian, ‘kan, sudah ada jatahnya sendiri setiap Sabtu dan Ahad. Hari-hari yang lain harus amanah jika tidak diperbolehkan meminjam HP Ibu. Jangan kayak gini. Ibu enggak ada, kalian lihat game. Pas Ibu datang, HP cepat-cepat ditaruh supaya enggak ketahuan,” tegur Bu Aminah dengan suara menahan kecewa dan marah.

“Ibu, kami minta maaf,” ucap Zubair dan Syahidah. Keduanya merasa bersalah.

“Kali ini Ibu maafkan. Besok, enggak boleh diulangi lagi!”

“Baik, Bu.”

Kedua adik beradik itu lalu pamit bermain ke luar rumah.

Malam menjelang tidur, Bu Aminah bercerita tentang seorang putri penjual susu.

Cerita Gadis Penjual Susu

“Pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, hiduplah seorang putri penjual susu yang jujur. Ia biasa membantu ibunya memerah susu kambing, lalu menjualnya di pasar.

Pada suatu malam, ibu gadis tersebut memerintahkan putrinya untuk mencampur susu perahan mereka dengan air. Di pasar, banyak pedagang yang melakukan hal itu, sehingga harga susu mereka lebih murah.

Susu milik ibu itu dirasa mahal oleh para pembeli. Itu karena ia tidak mencampuri susunya dengan air. Beberapa hari sebelumnya, utusan Khalifah sudah mengumumkan pelarangan mencampuri susu dengan air.

“Nak, tambahkanlah air pada bejana susu yang akan kita jual besok!” ucap ibu penjual susu.

“Ibu, bukankah Khalifah Umar sudah melarang para penjual susu untuk mencampurinya dengan air?” Sang putri mengingatkan ibunya.

“Mau bagaimana lagi, Nak. Orang-orang tidak mau membeli susu dari kita karena harganya lebih mahal,” keluh sang ibu. Sudah beberapa hari susunya hanya laku sedikit. “Ayolah! Khalifah Umar tidak ada di sini. Tidak ada yang tahu perbuatan kita.”

Allah Selalu Melihat Kita

“Ibu, meskipun Khalifah Umar tidak ada di sini dan tidak melihat, tetapi Allah ada. Allah selalu melihat kita,” tolak gadis itu dengan halus.

Tanpa mereka sadari, ternyata Khalifah Umar mendengar perkataan mereka. Khalifah Umar sedang berkeliling di malam hari untuk melihat keadaan rakyatnya.

Mengetahui kesalihan dan kejujuran putri penjual susu itu, Khalifah Umar pun menikahkan sang gadis dengan Ashim, anaknya.

Zubair dan Syahidah terdiam. Mereka merasa kisah gadis ini ada miripnya dengan kejadian tadi siang. Mereka pun berjanji dalam hati untuk tidak mengulanginya lagi.

Allah selalu melihat kita.

 

Editor: Purwani Wijayanti

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *