Pasar Kaget

Pasar Kaget

Di garasi rumah, tampak Ardi dan Adwa sedang memeriksa sepeda mereka. Ayah membantu memompa ban sepeda Adwa. Ardi mengencangkan dudukan sadel.

“Kalian emang mau pada kemana besok?” tanya Ayah.

“Ah, coba Ayah sama Ibu bisa ikut. Kita mau ke pasar kaget di taman depan kecamatan itu, Yah! Arin juga ikut!” jawab Ardi bersemangat.

“Wah, hati-hati bersepeda di jalan besar, ya! Kantor kecamatan itu di desa sebelah, jangan lupa jalan pulangnya. Ingat-ingat semua tanda di perempatan dan belokan. Kalau tersesat jangan panik, tinggal tanya pada orang yang lewat!” pesan Ayah pada Ardi dan Adwa.

“Ok, siap, Yah!” jawab keduanya bersamaan.

Bersepeda Ke Pasar Kaget

Hari Minggu pagi pun tiba. Arin, sepupu Ardi dan Adwa, sudah datang diantar Om Ari.
Sepedanya pun sudah disiapkan. Ibu memaksa ketiga anak itu untuk membawa bekal. Bude Rini juga membekali mereka dengan lontong dan gorengan tempe. Ketiga anak itu tertawa melihat banyaknya bekal mereka.

“Wah, kita, kan, cuma setengah hari mainnya. Bekalnya cukup buat 2 hari ini!” komentar Arin sambil memasukkan bekal di keranjang depan sepeda.

“Ayah, Ibu, Om Ari, Bude, kita pamit, ya! Assalamualaikum!” teriak Ardi sambil mengayuh sepedanya menuju jalan keluar kompleks perumahan mereka.

Hanya setengah jam mereka bersepeda menuju depan kantor kecamatan. Hari Minggu itu, jalanan sepi. Ketika mereka tiba, taman sudah ramai dengan orang yang berjualan dan para pembeli. Setelah memarkir sepeda di parkiran kantor kecamatan, ketiganya mulai cuci mata di pasar kaget.

“Untung aku bawa uang! Aku mau beli gelang manik-manik itu!” seru Arin yang langsung berjalan menuju lapak perhiasan dari manik-manik.

Keseruan di Pasar Kaget

Ardi memisahkan diri dari dua anak perempuan itu. Dia tertarik dengan lapak yang menjual peralatan sulap. Sesaat kemudian dia sudah memilih beberapa alat sulap yang menarik.

Ketiganya asyik melihat-lihat barang dagangan. Menjelang siang, panggung hiburan dimulai. Ada pertunjukan stand up comedy, penyanyi karaoke sampai penampilan cover dance ala grup penyanyi Korea. Suasana di taman menjadi semakin ramai, padahal hari mulai mendung. Tepat pukul 12.00 sebelum azan Zuhur, hujan turun rintik-rintik.

Arin langsung mengajak kedua sepupunya mencari masjid untuk salat dan berteduh.  Ardi juga berencana akan makan siang setiba mereka di masjid. Ternyata masjid berada di tengah desa. Ketiganya bersepeda menuju masjid. Di halaman masjid, mereka turun dari sepeda, lalu menuntunnya mengikuti beberapa orang yang berjalan memasuki pekarangan masjid.

 

Setelah salat Zuhur, hujan turun sangat lebat.  Adwa dan Arin memandang hujan dengan perasaan gelisah, sedangkan Ardi memilih untuk membuka bekal dan mulai memakan bagiannya. Memperhatikan Ardi yang tengah asyik makan, Adwa dan Arin pun akhirnya ikut menikmati bekal mereka.

Hujan belum juga reda saat mereka selesai makan dan cuaca terasa lebih gelap.

“Sepeda kita ada lampunya, enggak, ya?” cetus Ardi tiba-tiba.

Adwa dan Arin menggeleng dengan tatapan penuh kekhawatiran. Pada pukul empat sore mereka nekat  menembus hujan. Derasnya hujan mengganggu penglihatan mereka sehingga dua kali salah arah. Baju ketiganya sudah basah. Adwa dan Arin mulai menggigil dan menangis karena takut. Namun Ardi ingat pesan Ayah untuk tidak merasa panik jika tersesat.

Sekitar pukul lima, mereka sudah sampai di jalan besar menuju kompleks perumahan. Saat tiba di rumah, mereka bertiga langsung mandi air hangat diiringi omelan Ibu dan Bude Rini. Walaupun demikian, ketiganya merasa puas bermain ke pasar kaget.

Editor : Ayu Ningtyas

#Joeraganartikel

#eventcernak

#day2

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *