[Cerpen] Hujan dan Doa Aisyah
Tagged Tags:

Hujan dan Doa Aisyah
Oleh : Wien Purwandini

Aisyah memandang hujan yang turun tiba-tiba. Hatinya sedih karena hujan akan membuat rencana pergi ke rumah Nenek batal.

“Aisyah, habiskan sarapanmu, Nak,” ujar Ibu.

“Aisyah kenyang, Bu,” sahut gadis tujuh tahun itu.

“Tidak baik menyisakan makanan yang sudah kita ambil. Ayo habiskan. Setelah itu, Ibu akan mengepang rambutmu,” ujar Ibu lembut tetapi tegas.

“Tetapi, Bu ….”

“Sayang, apakah kamu ingat cerita Nenek bahwa banyak sekali orang yang tidak punya makanan untuk dimakan? Nah, Aisyah punya makanan. Jadi, Ais harus mensyukuri pemberian Allah dengan menghabiskan makanan yang sudah diambil,” ujar Ibu.

Mendengar Ibu menyebut nama Nenek, Aisyah makin tidak bersemangat. Ia mengunyah makanannya tanpa semangat.



 

Hari ini libur. Aisyah dan Ibu akan pergi ke rumah Nenek. Jarak rumah Nenek cukup jauh dari rumah Aisyah sehingga ia tidak bisa sering mengunjunginya. Aisyah sangat menantikan hari ini. Tapi hujan membuatnya kecewa.

“Kenapa hujan turun, sih?” ujar Ais setengah berbisik.

“Lho, kenapa Ais kesal? Ais tidak suka jika hujan turun?” tanya Ibu sambil memandang Aisyah.

“Iya, Bu. Ais kesal karena hujan ini membuat kita tidak bisa pergi ke rumah Nenek,” jawab Aisyah pelan.

“Sayang, seharusnya Ais berdoa saat hujan seperti ini. Masih ingat doa saat turun hujan?” tanya Ibu.

“Masih, Bu,” jawab Aisyah pelan.

“Allahumma shayyiban nafi’an.” Ais melafalkan doa yang baik dipanjatkan saat turun hujan.

“Artinya apa, Sayang?” tanya Ibu lagi.

“Ya Allah, curahkanlah air hujan yang bermanfaat. Itu artinya, Bu,” jawab Aisyah.

“Aamiin. Pintar sekali anak Ibu. Ais tahu tidak bahwa salah satu waktu yang mustajab untuk berdoa adalah pada saat turun hujan?”

“Tahu, Bu. Ustazah Mila bilang seperti itu juga,” jawab Aisyah sambil menyebutkan nama ustazah yang mengajarinya mengaji.

“Nah, dari pada mengeluh dan bersedih, lebih baik Ais berdoa, memohon pada Allah semua hal baik yang Ais inginkan. Sekarang, habiskan makananmu. Kalau hujan sudah agak reda, kita pergi ke rumah Nenek,” ujar Ibu lagi.

“Ais mau berdoa supaya Ayah bahagia di surga dan Nenek segera sehat, ya, Bu,” kata Aisyah dengan penuh semangat.

Ibu tersenyum, lalu beranjak untuk menyiapkan mantel hujan yang akan mereka pakai saat pergi ke rumah Nenek.

Mumut dan Kuas Ajaib (Bagian 1)

 

“Allah, maafkan Ais karena kesal dengan hujan yang Allah turunkan. Maafkan Ais karena tidak bersyukur. Allah, jaga Ayah di surga, ya. Tolong bilang pada Ayah bahwa Ais rindu sekali padanya. Tolong bilang juga pada Ayah bahwa Ais selalu ingat Ayah. Allah, boleh minta satu lagi? Sembuhkan Nenek supaya bisa memasak bubur kacang hijau kesukaan Ais lagi. Aamiin.” Aisyah menutup doanya dengan mengusapkan kedua telapak tangan ke wajahnya.

Ada rasa sedih di hati Aisyah. Ia sangat merindukan ayahnya. Kata Ibu, Ayah sudah di surga dan Aisyah tidak boleh terlalu bersedih.

Tak lama kemudian, Aisyah sudah berada di sepeda motor, dibonceng ibu. Mereka berdua pergi menuju rumah Nenek sambil bernyanyi riang. Hujan masih belum berhenti. Masih ada gerimis. Namun demikian, Aisyah bersyukur karena hujan telah membawa doa-doanya untuk Ayah dan Nenek yang disayanginya. Aisyah berjanji tidak akan kesal lagi jika hujan turun.

Editor : Reni Wulandari

#joeraganartikel
#eventcernak
#day1

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *