Tiwi di Negeri Awan

[Cerbung] Tiwi di Negeri Awan

Tidak lama kemudian, turun rintik air dari langit. Sedikit demi sedikit, lalu deras seketika.

“Hujan!” seru Tiwi yang segera lari masuk rumah. “Fiuh! Ini hujan air namanya. Bukan hujan buah asam. Daun-daun tadi pada bicara apa, sih?! Aku enggak ngerti. Eh?”

Tiwi terkejut ketika melihat Peri Flora ada di samping Difi. Rupanya, Peri sedang memberi selimut pada Difi yang menggigil.

“Difi, kau makin tidak sehat, ya? Biasanya kau suka hujan. Hujan itu berkah, kan?” ujar Tiwi lirih.

“Ini … bukan … hujan … biasa,” balas Difi terbata-bata, “ini … tanda … bahaya.”

Tiwi mengerutkan kening. Ia kurang paham maksud Difi. Peri Flora menghampirinya.

“Pergilah ke Negeri Awan. Mungkin kau bisa mencari tahu dan membantu mereka di sana,” saran Peri.

“Ta-tapi bagaimana caranya? Aku ….”

Peri Flora menjentikkan jari. Dalam sekejap, Tiwi sudah menggunakan masker penutup hidung dan mulut, jas hujan di badan, serta tangan yang menggenggam payung terbang.

“Eh … aduh!”

Belum sempat Tiwi bertanya lebih banyak, payung terbang membawanya keluar dari rumah dan melaju menuju langit.

Cerianya Tiwi di Negeri Awan

Gapura Negeri Awan menyambut kedatangan Tiwi dengan permadani biru tua. Ia digiring menuju markas pasukan yang menyerupai kumpulan kapas besar berwarna abu-abu. Tiwi menyaksikan mereka sedang sibuk menyiram air terus-menerus ke tangki kapas raksasa berwarna hitam.

“Aargh! Bagaimana ini? Tak kunjung bersih meski disiram beratus kali!” gerutu salah satu prajurit awan. Yang lain ikut berdecak kesal.

“Aku … eh, ada yang bisa kubantu?” tanya Tiwi. “Ng, tapi bantu apa, ya?”

Sesaat, kesibukan mereka terhenti. Semua menoleh ke arah Tiwi.

“Hai, kurcaci! Akhirnya kau kemari. Katakan pada teman-temanmu, sudah terlalu banyak asap dari cerobong pabrik kota yang mengotori negeri kami. Apakah tidak ada cara lain untuk mengatasi polusi dari kegiatan kalian?

Para prajurit awan itu pun bergantian memberi informasi akibat pembangunan Kota Kurcaci. Mereka kesulitan untuk membersihkan tangki sumber air hujan yang tercemar polusi, berupa asam sulfat dan asam nitrat, dari udara kota. Ternyata tidak hanya asap pabrik yang mengakibatkan hujan asam, tapi juga asap dari kendaraan yang semakin banyak jumlahnya.

“Jika terus menerus begini, Dewa Bukit dan Peri Flora akan sekarat lagi seperti dulu. Tumbuhan mati meranggas, hewan darat dan laut juga banyak yang punah. Kami sebagai penghasil air sumber kehidupan ikut sedih karena membawa racun dari asap.”

“Yang kami tahu, dahulu ada kurcaci bernama Difi dan kakeknya berhasil memulihkan kondisi Dewa Bukit dan Peri Flora. Apakah tidak ada lagi kurcaci penyelamat seperti mereka?”

Tiwi diam dan berpikir mencari solusi. Tiba-tiba wajahnya kembali cerah. “Baiklah, aku akan membantu kalian.”

—bersambung—

Wah, Tiwi punya ide apa, ya?

 

 

Editor : Ayu Ningtyas

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *