Rumah Lucu Pak Mamat (3)

Rumah Lucu Pak Mamat (3)
Penulis : Ruvianty
Editor : Indah Purwanto

Suatu malam, Luky tertidur di meja gambar ayahnya. Gambar sketsa proyek Pak Mamat masih terjepit di meja gambar itu.

“Ky, bangun! Kok, tidur di sini?” Ayah membangunkan Luky dengan mengelus rambutnya.

“Eh, Ayah sudah pulang. Aku ke kamar saja, ya, Yah!” ujar Luky sambil menguap lebar.

Ayah mengangguk dan membiarkan Luky pergi ke kamarnya. Ketika melirik sketsa yang terpampang di meja gambar, Ayah merasa tertarik dengan penjelasan di bawah gambarnya.

‘Rumah botol?’ gumam Ayah pada dirinya sendiri, ‘Genius sekali. Darimana, ya, Luky mendapatkan ide menggambar seperti ini?’

Sama halnya dengan Bunda Dodi yang heran melihat postingan Dodi di Instagramnya.

‘Di rumah menumpuk botol bekas sirup? Atau botol bekas kecap? Boleh kakak sumbangkan pada kegiatan kami! Hubungi Dodi di jalan Makmur atau DM untuk informasi lebih lanjut!’ Bunda membaca dengan hati-hati.

‘Buat apa Dodi mengumpulkan botol bekas sirup segala?’ tanyanya dalam hati.

Namun saat Bunda akan bertanya pada Dodi, dilihatnya Dodi sudah terlelap di tempat tidurnya tanpa berganti piama terlebih dahulu.

Hanya Firman yang sempat menjelaskan rencana Pak Mamat pada kakeknya. Kakek sangat tertarik dan tak berhenti menyatakan kekagumannya.

“Man, besok suruh Pak Mamat ke toko bangunan Kakek, ya!” pesan Kakek setelah Firman selesai menerangkan proyek Pak Mamat dan teman-temannya.

Mamanya Yoga malah sibuk membuat desain tas yang akan dibuat oleh Pak Mamat. Pak Mamat sudah punya cukup bahan untuk didaur ulang menjadi beberapa tas dengan model seperti yang diminta Mama Yoga. Contoh yang dibuat Pak Mamat ternyata disukai teman-teman arisan Mama. Dan sekarang, mereka meminta Mama yang mendesain tas pesanan mereka.

Pagi hari, saat Luky sarapan bersama Ayahnya, mereka berdiskusi tentang proyek rumah botol Pak Mamat.

“Ky, itu gambar rumah botol buat siapa?”
tanya Ayah.

“Oh, Ayah sudah lihat gambarnya, ya? Pak Mamat yang punya ide buat rumah dari botol, Yah!”

“Mau dibangun di mana rencananya? Di desanya Pak Mamat, ya?”

“Enggak! Eh, mungkin di tempat rumahnya yang sekarang!”

“Tanah itu bukan punya Pak Mamat. Rumah-rumah sementara di situ suka disebut bedeng. Mereka bayar sewa untuk tinggal di situ. Sebetulnya orang tidak boleh mendirikan bangunan di pinggir sungai Ciherang. Sayang kalau pak Mamat membuat rumah unik dari botol di lahan yang bukan miliknya!” terang Ayah.

Nasi goreng di mulut Luky jadi susah ditelan. Kerongkongannya terasa kering saking kagetnya mendengar penjelasan Ayah. Dia yakin teman-temannya juga tidak tahu hal yang dijelaskan Ayah tadi. Namun Pak Mamat harusnya tahu hal itu.

Setelah belajar daring di rumah masing-masing, keempat sahabat kita bertemu di rumah Firman. Luky segera menyampaikan penjelasan Ayah pada teman-temannya. Raut mereka menunjukkan kekecewaan yang sama.

“Kok, Pak Mamat enggak bilang sama kita, ya?” cetus Yoga bingung.

“Mungkin Pak Mamat punya rencana lain dimana rumah botolnya mau dibangun!” ujar Dodi berusaha mengembalikan semangat teman-temannya.

Beberapa saat, keempat sahabat kita termenung tanpa tahu apa yang harus mereka lakukan. Mereka agak kecewa pada Pak Mamat yang mereka bantu tapi tidak berterus terang pada mereka. Semangat mereka hampir hilang saat ibunya Firman keluar membawa seteko es teh manis dan setumpuk kue dadar berlumur cokelat dan keju leleh.

“Kalian dipanggil Kakek ke tokonya. Sehabis makan ini kalian langsung ke sana! Man, nanti sekalian bawa makan siang buat Kakek, ya!” perintah Ibu.

“Siap, Bu! Terimakasih suguhannya, Bu!” Mereka menjawab serempak.

(bersambung)

#JoeraganArtikel
#eventcernak
#day5

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *